Pemakaian ERP dalam perusahaan
manufaktur telah lama dilakukan, umumnya dilakukan pada pengelolaan keuangan
dan produksi. Pemanfaatan ERP dalam menangani ketersediaan stok merupakan salah
satu alternatif kebijakan manajemen perusahaan dalam menekan biaya operasi.
Konsep Just In Time dalam
pengelolaan inventori material produksi, merupakan contoh yang spektakuler
penerapan IT dalam pengelolaan rantai pasok produksi perusahaan. Konsep ini
juga pada saat implementasinya sangat bergantung pada kemampuan infrastruktur
IT di lingkungan produksi dan rekan kerja pemasok dalam siklus rantai pasok
yang ada.
Kembali pada topic tulisan ini,
ketersediaan barang penting ketika sistem pengelolaan inventori telah mengalami
perluasan dari sekadar pusat distribusi terpusat (central distribution center
(CDC)), kemudian menaungi beberapa pusat distribusi tersebar (regional
distribution center (RDC)).
Kemampuan pengelolaan yang mampu
memprediksi kebutuhan dan mengatasi permintaan mendadak dari RDC ke CDC menjadi
kunci optimasi dengan dukungan teknologi informasi.
Ada dua tantangan yang menghadang
dalam optimasi di atas, yaitu :
- Memaksimalkan luas cakupan CDC.
- Meminimalkan total biaya sistem dengan cakupan yang ada.
Komponen biaya yang perlu
diperhitungkan juga cukup kompleks, meliputi biaya tetap dan biaya tambahan
terkait dengan proses pergudangan, transportasi dan pengolahan pesanan (order,
yang meliputi rush order, back order, maupn normal order).
Proses optimasi dilakukan dengan
melalui dua tahap yaitu :
- Kalkulasi EOQ (economic order quantity), yaitu besaran optimum order yang mungkin terjadi dan besaran paket optimum yang dibutuhkan untuk tiap SKU (Stock Keeping Unit).
- Optimasi anggaran, yaitu dengan memilih SKU yang akan ditempatkan di gudang regional. Keputusan ini memungkinkan diketahuinya safety stock (rencana penyimpanan di gudang) dan reorder point (rencana tingkat ketersediaan barang di gudang yang memicu permintaan pasok barang ke gudang).
Kebutuhan Sistem IT
Kebutuhan sistem IT meliputi sistem
informasi perencanaan optimasi inventori dan sistem ERP. Secara sistem
ERP memang memungkinkan untuk menghitung EOQ, tetapi kurang mampu untuk
menangani kebutuhan kritis sistem seperti:
- Kalkulasi ukuran paket optimal sesuai dengan biaya nyata (real cost) yang terjadi. Tingkat kerincian kalkulasi EOQ umumnya belum didukung oleh sistem ERP, dan menyulitkan dalam memodelkannya.
- Keterbaruan dan integrasi dalam memberikan keputusan sebuah SKU akan dipasok dan disimpan baik secara terpusat maupun tersebar di regiona, belum sepenuhnya mampu didukung oleh sistem ERP yang ada da saat ini.
- Kesibukan pesanan yang terjadi antaran RDC ke CDC dapat dikategorikan pada dua hal yaitu :
o Back order, yaitu permintaan yang
dilakukan karena tidak tersedianya SKU di gudang regional.
o Rush order karena stock out, yaitu
permintaan yang dilakukan untuk menutupi batas ketersediaan SKU yang minim
walaupun secara normal telah dilakukan order, namun ketersediaannya di gudang
regional diperkirakan terlambat. Dengan kondisi ini sangat dimungkinkan terjadi
Rush Order Reorder Point (ROROP). Sistem ERP saat ini belum cukup mampu untuk
menangani analisis seperti ini.
- Ketersediaan SKU juga terkait dengan tingkat layanan (service level) dari distribusi rantai pasok. Kalkulasi yang merupakan gabungan dari perhitungan distribusi permintaan, lead time, keragaman lead time variability, tipikal service-level, EOQ, dan kuantitas permintaan, memerlukan enhancement sistem ERP.
Salah satu cara implementasi
optimasi biaya ini ialah dengan memanfaatkan sistem SAP sebagai basis ERP
(khususnya modul Material Management dan Sales Distribution) dan melengkapinya
dengan modul APO (Advanced Planning Optimization) dan modul IBM DIOS (Dynamic
Inventory Optimization Solution) untuk memberikan kemampuan inference pada
sistem.
Optimasi Biaya
Optimasi biaya dilakukan dengan
memanfaatkan IT untuk secara terintegrasi merencanakan, mengendalikan dan
mengoptimalkan anggaran operasi melalui cara :
- Menurunkan biaya, yaitu dengan simulasi dan menghitung kebutuhan optimum biaya serta meminimumkan anggaran yang digunakan untuk mencapai kelompok tingkat layanan penyediaan yang diinginkan.
- Memaksimalkan layanan ketersediaan stock dengan tingkat layanan yang telah ditetapkan.
Cara pertama dapat dilakukan secara
cepat dengan memanfaatkan sistem komputasi dan algoritma pemodelan yang telah
ada. Cara kedua dilakukan dengan memberikan kemampuan inference (menyimpulkan)
pada sistem sesuai dengan kasus yang terjadi melalui skema analisa what – if.
Pemakaian skema analisa what – if ini memungkinkan sistem untuk secara
adaptif melakukan penyimpulan terhadap gejala masalah sesuai dengan kebutuhan
prilaku perusahaan.
Anggaran yang dioptimasikan
merupakan kompromi antara komponen biaya :
- Ukuran optimal paket yang merupakan biaya tetap penanganan paket per order line. Biaya variatif penanganan paket per order line dan biaya tambahan penanganan paket per rush order.
- Biaya Transportasi yang merupakan biaya transport material per kg untuk rush order, back order, dan normal order.
- Stock holding rate yang meliputi laju suku bunga mata uang dan laju depresiasi material.
- Biaya ruangan gudang per meter kubik.
- Komponen biaya di atas merupakan sasaran meminimumkan biaya dan memuat faktor hukuman penalty jika tidak dapat diraih. Melalui pendekatan ini, disiplin pengelolaan dapat terbentuk melalui implementasi IT.
Hasil Implementasi
Implementasi sistem IT untuk
optimasi biaya pada pengelolaan logistic di atas yang telah dilakukan pada
perusahaan manufaktur spare-part otomobil di jerman memberikan hasil
penting yaitu :
- Waktu yang dibutuhkan untuk menghitung optimasi biaya yang relatif singkat yaitu selama kurang lebih 20 menit untuk perhitungan 70.000 SKU pada mesin komputasi IBM T-41 thinkpad.
- Kualitas optimasi yang dapat dilakukan dengan bergerak sesuai dengan kebutuhan yaitu minimum budget atau maksimum tingkat Pelayanan.
- Pemanfaatan sistem selama dua tahun setidaknya telah mecatat bahwa tiap minggu, SKU yang disimpan RDC untuk melayani dealer cukup 70 persen dengan perubahan berkisar 1%. Kepuasan tingkat layanan mencapai target tingkat layanan dengan variasi 0,2%.
- Keuntungan ini tentunya memberikan nilai tambah penting bagi perusahaan dan mendukung tercapainya standarisasi kualitas operasi yang dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar